Friday, October 26, 2007

Kisah Walet ...

Aku mendengar cerita ini dari seorang tua bernama Himawan. Awalnya aku meminta pendapatnya mengenai usaha yang kini sedang aku rintis -bukan samasekali tentang walet-.
Dia mengenalkan walet sebagaimana dia mengenalnya puluhan tahun yang lalu. Bahwa ketika itu dia dan ibunya membiarkan burung liar bersarang di dinding rumahnya di lantai paling atas. Lantai itu memang sengaja dibiarkan kosong tidak digunakan. Hanya burung liar yang tertarik membuat sarang disana, termasuk walet. Bertahun tahun kemudian tanpa disadari keluarga itu, walet telah bersarang disana ribuan pasang jumlahnya.
Komoditas sarang walet memang sudah dikenal saat itu. Harganya bisa mencapai 24 juta rupiah perkilo untuk sarang yang masih bersih, artinya sarang itu belum digunakan untuk menetaskan telur. Sekarang harga itu sudah turun drastis, hanya 13-16 juta rupiah per kilo (untuk sarang putih). Pembahasan sarang walet ini tidak akan berlanjut disini kalau penasaran ingin tau di sini. Yang jelas harga yang fantastis itu akhirnya membuat saudara-saudara Himawan tertarik untuk menjadikannya bisnis.
Singkat cerita, lantai atas itu menghasilkan 6-8 Kilo sarang walet per 3 bulannya bahkan sempat mencatat 10 kilogram.
Himawan muda tak pernah setuju dengan konsep 'memanen rumah burung', pun sampai sekarang.
"Bayangkan burung itu membuat sarang untuk telur mereka untuk anak-anak mereka, eee.. enak saja diambil semaunya. Trus pas mo keluar bagaimana coba ?"
"Coba saja kalo istri kamu sudah hamil 9 bulan, kamu sudah siapkan satu-satunya tempat tidur untuk istrimu beranak..tau-tau diambil orang! stress ga kamu...ha haha" setengah berkelakar dia menancapkannya tepat diantara mataku.
Begitu kira-kira filosofi Himawan muda ini. Filosofi itu mendorong Himawan yang sudah berkeluarga membuat lokasi baru untuk sarang walet jauh dari rumah Ibunya. Memang untuk bisnis tapi bisnis yang lebih ber'etika'. Dia hanya memanen sarang yang baru saja melepaskan anak2 burung walet yang sudah bisa terbang (sarang ini secara komoditas harganya lebih rendah dan memerlukan pengawasan untuk proses panen-nya). Tapi lihat:
Saat ini sudah hampir 5 tahun Himawan memiliki lokasi Sarang walet sendiri tersebar dari Lampung hingga Cirebon. Sarang waletnya di kota terakhir adalah lokasi tertua menghasilkan 3-4 kilogram setiap 3 bulan, dan sarang walet milik Ibunya kini menghasilkan 1-3 kilogram setiap 3 bulan di kota yang sama.
Pelajaran tentang bisnis ber'etika' banyak saya peroleh dari buku, seminar maupun wawancara. Tapi etika yang berbasis raw material jarang saya peroleh, apa lagi filosofi yang satu ini. Semoga ada manfaat untuk kalian.
Pak Him... saya juga mo bikin lokasi sarang baru! sudah isi 3 bulan, KPR yang bagus dimana yah?
"Lho . . . "

7 comments:

  1. di kebunku ada juga rumah burung yang kami pasang di gartenhaus dan di atap rumah, ada sejenis burung yang suka sekali bertelur pas sommer , kalau biacara soal burung ada puluhan jenis masih bebas hidup merdeka di sini yang suka bertamu di kebun jumlahnya ratusan.
    soal walet kayaknya nggak ada bisnis begitu di sini

    apa kabar Hiu? apa kabar Zapete?

    ReplyDelete
  2. @Ely
    Kabar baek El..begitu juga Zapete..
    cuma sekarang kita dipisah jarak, sejak lebaran kemaren dia disolo ikut neneknya. Ely apa kabar ?

    ReplyDelete
  3. kabarku baik, thanks.

    hu..hu...nggak kuat deh kalau dipisahkan sama org yg kita cintai walau cuma pisah jarak!

    ReplyDelete
  4. Salam kenal. Makasih sudah mengunjungi blog saya & kasih komen. Maaf, belum sempat komen di sini, mo pulang nih, nanti kalau dari rumah sempat, saya akan mampir lagi.

    ReplyDelete
  5. wah sarang burung walet mahal tuh ... bisnis yg cerah

    ReplyDelete
  6. di car port ku ada "swallow" yg mbikin sarang nya...dan tiap tahun penghuninya bertambah..air liurnya putih2.... pas aku crita ke hubby itu di asia jadi komoditi...hubby bilang..looh nanti burungnya gimana?

    emang enak yah liur burung walet itu????
    hiiii....mbayangin aja merinding

    ReplyDelete
  7. @Ely
    Begitulah El. aku sepertinya masih harus sering ninggalin Zapete..
    @Ani
    Salam kenal juga An. ditunggu mampir-pirnya lagi..eh commentnya boleh puisi loh...huu maunya -biarin.
    @icha
    2 tahun belakangan harganya mulai turun.
    @amethys
    He he .. kalo rasa tergantung ngolahnya, umumnya disini di masak sup. tapi kalo khasiat ..resepnya dari para tabib china. tau laah.
    aku sendiri....lom pernah nyoba, hehe merinding jg.

    ReplyDelete