Monday, October 22, 2007

a note from Ied Fitr 1428 H

Siang itu aku harus berhasil menemuinya tekadku sudah bulat!
Seluruh hutang-hutangku sudah terbayar lunas, begitu kira kira yang sudah aku upayakan. Keluarga semuanya baik-baik saja.
Ayah masih sibuk dengan dua sekolah dasar yang dikepalainya. Berencana untuk membuat module pengawasan KBM secara langsung untuk direkomendasikan ke Diknas untuk kemudian diaplikasikan ke seluruh kepala sekolah ditingkat kecamatan saja. Idealismenya masih seperti dulu.
Ibu baru saja memperolah kenang-kenangan dari istri mantan kepala desa yang kebetulan menjabat lagi, sebuah cincin yang selalu dia bicarakan sepanjang aku libur disana.
Adikku yang pertama...masih menyelesaikan S1-nya di sebuah Universitas di Jakarta. Dan ...
telpon dari atasannya saat kami sedang menghabiskan sore di City Walk yang belum jadi itu membuat dia sibuk sepanjang liburan. Teman seangkatannya bahkan yang tadinya atasannya segera merekomendasikan diri minta di pindah kebagian ini itu..setelah tau dia dimutasi di bagian kepegawaian. Selamat dik !
Adikku yang kedua..ahh anak muda! aku seperti melihat diriku dulu, bedanya sekarang dia berduit aku dulu ? tidak. pun sekarang he he.. Aku meyakini satu hal tentang kejujurannya. eh iya wingi pas aku bali duit neng meja dak gowo ojo digoleki semoga sempet buka postingan yang ini ..
Istriku tak banyak berubah..dia masih seperti setahun yang lalu....susah!
Zapete Awah aku masih belum memahami prosa dari dua kata itu, meski aku mengenalnya sejak kata2 awal yang berhasil diucapkannya. Kalu kesal kadang keluar, kalo senang dapet meanan baru, keluar juga...tidak mau pusing sering aku timpali saat dia teriak:
"Zapete Awah ...!!"
" Kamu itu..."
"Amu.." dia ga mau kalah.
"Kamu!"
"Amuuuuuuuuuu ..."
Aku menoleh padanya. Lamunanku buyar saat sebuah Bus angkutan lebaran mengklakson kenceng dari belakang. Aku mengurangi laju espass, Zapete sudah pulas sejak aku meninggalkan solo.
Setelah bertanya akhirnya ketemu juga. Sebuah toko yang berpadu dengan supermarket modern. Segera aku menuju lorong-lorongnya, diantara harapan dan cemas menggulung. Seperti menunggu hasil rapor yang diambilkan ortu teman, karena undangan sudah disobek tidak sempat dibaca ayah.
Wajah itu seperti sedang duduk pada sebuah bangku catatan kematian. Tidak ada lagi senyum itu, kurus kering banyak yang hilang dari raut yang dulu aku kenal beda...sesaat agak lama aku pandangi sebelum aku menyapa.
"Apa kabar .. ?"
Tak beranjak dari duduknya, dia terpaku dengan mata sedikit berkaca.
Aku mencoba hanya mengulurkan tangan dengan Zapete di gendongan, tapi kemudian setelah beberapa saat lamanya...dia berdir dan memeluk kami berdua.
Ada beban yang begitu berat seakan ingin dia pindahkan dengan pelukan itu...tapi...keberaniannya mengalahkan sumuanya. Kemudian kami makan bertiga dan aku berusaha menceritakan semua yang indah tentang setahun hidupku, berharap dia ikut berbahagia karenanya...
Tapi .. engkau tak pernah membaca. Kamu mengira aku hanya melihat kesenangan semata..?bukan. Kau anggap dunia kiamat ketika kau langgar sebuah norma, engkau berpikir kesalahan hanya padamu saja? Berpasrah seakan berat betul hidupmu sekarang. Dimana motivasi yang dulu kita kobarkan..dimana harapan dan impian untuk mejelajahi eropa sampai africa... -dari Andrea Hirata- apakah engkau sudah lupa?
Untukku tidak aku masih punya mimpi itu!
Bagaimanapun dirimu sekarang!
Perjuangan belum berakhir kawan, raga boleh terkekang tapi jiwaku berkelana pasti...
aku ingin kamu begitu karena setengahnya ada padamu ...

1 comment:

  1. terharu membaca bait2 terakhir

    aku jadi teringat sahabatku di sono yang nggak bisa kukunjungi kalau lebaran, hanya per post card. sahabat yang menemani saat suka dan duka

    ReplyDelete