Thursday, January 16, 2014

Ibuk

Jadi ingin menulis tentang Beliau...
Ternyata aku begitu merindukannya, terakhir bertemu beberapa bulan yang lalu. Beliau adalah kejujuran tidak terelakkan bagiku, hati putihnya senantiasa memberikan kekuatan perjuanganku selama ini. Belum lagi doa-doanya yang tidak pernah terdengar siapapun kecuali Tuhan. Dari sanalah aku sekarang ini berada. Matur sembah nuwun dalem kagem Ibuk.

Kesederhanaan hidup diajarkan beliau sejak masa kanak-kanakku. Beliau membantu keuangan keluarga dengan menjadi guru sd honorer awalnya. Jarak tempuh mengajar yang waktu itu tidak bisa dibilang dekat jika melihat fasilitas transportasi yang ada, mengajarkanku saat ini bagaimana arti kata berjuang. Tanpa kata-kata aku memahami kesederhanaan yang beliau ajarkan.
Bagaimana beliau mengatur waktuku belajar dulu, mengingat malam tanpa penerangan listrik, aku diwajibkan belajar, mengerjakan pr, membaca buku dari sejak pulang sekolah hingga sore ketika beliau pulang mengajar dan memeriksa apa yang aku lakukan dengan buku-buku sekolahku tadi. Lalu dengan cekatan tanpa lelah, beliau juga sambil mengerjakan tugasnya mengurus rumah. Dan aku wajib untuk mengurus diri sejak bisa menyendok makanan dari piringku sendiri. Dan beliaulah yang mengajarkan semua.
Ketika dulu aku harus benar benar menjaga kesehatan, dan tidak boleh sakit. Beliau hanya berkata sehat itu anugerah yang harus dijaga, awakmu i mung siji le, ora ono serepane, nek lara koe dadi raisoh ngopo-ngopo. (Ragamu itu cuma satu nak, tidak ada suku cadangnya, kalau sakit kamu sudah tidak bisa ngapa-ngapain). Sering aku pakai kalimat itu untuk memberikan kekuatan bersyukur dikala sehat.
Atau ketika Ibuk menanam sendiri kebutuhan dapurnya di belakang rumah, tanpa kata beliau mengajarkan kemandirian dengan menyuruhku memetik berapa biji cabai yang ingin beliau olah sore ini. Jika saatnya cabai tidak berbuah, aku menerima hukuman membelinya di kampung sebelah berjalan kaki sejauh 2 kilometer pulang pergi. Memastikan tanaman-tanaman itu tumbuh adalah cara beliau mengajarkan kerja keras dibutuhkan untuk sebuah kemandirian. Dan dulu sering aku mengeluh tentang itu, kini ajarannya menjadi kekuatan terbesarku.
Air adalah kebutuhan yang sangat berharga ketika itu, hidup di daerah terpencil di Boyolali tanpa listrik, dan kran air beliau mengajarkan untuk menghargai alam beserta isinya. Setiap pagi dan sore ketika waktunya mandi, aku berjalan kurang lebih 1 km pulang pergi menuju sumber air satu-satunya yang dimiliki kampung kelahiranku. Diperjalanan itu, berangkat aku membawa dirigen kosong dan pulang dengan berisi air. Dua kali sehari air kebutuhan masak menjadi tanggung jawabku, jika aku kembali tanpa membawa air, bisa dipastikan aku akan kehilangan sarapan atau makan malam.
Bermain bagiku saat itu adalah, bekerja, belajar, bekerja dan belajar lagi. Dan ketika lalai pada salah satu atau keduanya Bapaklah yang turun tangan. dan Ibuk menjadi Dewi pelindungku yang selalu berhasil dan sukses meredakan amarah Bapak. Menenangkan tangisku dan lalu mengajarkan bagaimana tanggung jawab dan kemandirian berperan. Dengan kata-kata yang lembut yang belum aku mengerti dulu...tetapi kini, aku menyadari yang membentukku sekarang ini adalah Ibuk. Ibuk yang menanamkan padaku nilai-nilai kehidupan bahkan sejak aku belum memahaminya. Kesaktian beliau itu belum ada yang menandinginya hingga saat ini.


6 comments:

  1. beruntung kamu Hiu masih punya ibuk, tak terniali deh harganya, aku skrg juga msh beruntung puny aibuk, mamah mertua :)

    btw, sebenarnya hobi tanam tanam itu bagus bgt Hiu, keren deh ibukmusuka hobi ini, hobi yg disukai ornag orag Jerman sini hampir 50 % masyarakat sini suka bgt tanam tanam, sayang di Indonesia sana lain ya

    ReplyDelete
  2. Iya Ell, ingin sekali menambah bahagianya beliau disisa usia....iya mertua juga ibuk Ell, dengan membahagiakannya pasti ibuk kita juga ikut ngerasain kebahagiaan itu...

    Mmm tidak banyak yang aku lihat memang Ell, tapi masih ada ko yang suka gardening meski sebatas pot dan bunga taman...nah pinginnya di blog baru itu juga mengembangkan kegiatan-kegiatan dirumah yang berangkat dari hobi itu...

    ReplyDelete
  3. Ibu, Jika aku tak bertuhan, maka engkau laksana dewa bagiku...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahh..sayang banget sama ibuk ya mas Alif..
      blognya keren...backsoundnya ughh mantab...salam kenal mas..

      Delete
  4. Semoga suatu saat saya bisa membuat ibu saya bangga telah melairkan saya. Terima kasih sharingnya Mas Hiu :)

    ReplyDelete