Friday, November 23, 2007

Night life -end story-


other logical input -acording to myself:
avoid sexual trans desease including AIDS
no more lonely wifes
save money
sometimes it's avoid ABORTION too!
.....
dedicated to my beloved wife and son.

Monday, November 19, 2007

Night Life -Su' sukan-

Aku kenal Pak Win sekitar dua bulan yang lalu. Dia adalah supervisor loading di perusahaan tempatku bekerja, lama sebelum aku bergabung. Teman sekantor mengenalkan dia ketika mampir kekantor waktu itu. Sudah lebih dari 5 tahun dia meninggalkan perusahaan kami, namun hubungan dengan beberapa rekan yang dulu sempat bekerja bareng tetap dia jaga dengan baek. Termasuk kepada staff staff yang baru masuk seperti aku. Meskipun sudah bergabung 2 tahun lebih tapi aku baru mengenal Pak Win 2 bulan yang lalu.
Malam ini aku dalam perjalanan menuju rumahnya, Cirebon - Jakarta aku tinggalkan kira2 10 menit yang lalu. Aku bertanya sedikitnya kepada 5 orang untuk mencapai desa ini. Seorang wanita setengah baya dengan penampilan menarik menunjukkan letak rumah kepala desa yang aku maksud. 21:05, lima menit terlambat dari janji yang kami sepakati. Segera aku pencet tombol pintu dari rumah yang tampak sepi itu, jangan-jangan Pak Win lupa kalo ada janji..
"Waalaikum salam...mangga..neangan saha?" seorang anak perempuan membalas salam ku begitu pintu terbuka. Anak perempuan begitu aku sebut dia, karena dia kelihatan masih pantas untuk duduk di bangku sekolah. Kulitnya bersih dibalut span hitam dengan atasan kaos oblong, sepertinya baru saja selesai mengikuti suatu event semacam 'parewangan' di hajatan salah satu warga.
Sepertinya aku akan kecewa, kata perempuan itu bapak sedang keluar baru saja. Tidak putus asa aku mencoba memancing percakapan dengan keponakan Pak Win, begitu yang aku tahu setelah aku juga memperkenalkan diri. Selain tinggal bersama pamannya, dia juga membantu Pak Win untuk beberapa urusan administratif di rumah.
"Pesen Bapak saya disuruh menemani Pak ******." Tidak ada kesan sungkan atau segan saat anak itu menyampaikan pesan Pak Win, pucuk dicinta ulam tiba. Tanpa Pak Win aku pastikan akan lebih banyak info yang dapat aku bagi2, selain aku merasa agak sungkan dengan Pak Win, sepertinya informasi dari ponakannya ini gak perlu pake pulpen pun recorder juga bakalan nemplok dikepala.
Disini memang sudah biasa pak, banyak cukong bos2 dari luar kota yang punya istri disini. Minimal 3 bulan harus mau menikah meskipun cuma dibawah tangan, ada yang satu juta mau. Tidak usah beliin rumah mereka juga sudah memiliki rumah sendiri-sendiri, ndak usah ngasih apa2 lagi pokoknya dengan uang kontrak itu sudah cukup. Obrolan yang kuanggap berat itu enteng saja keluar dari mulut 'anak perempuan' yang aku sebut tadi, sepertinya tidak pantas lagi aku menyebut 'anak'. Setelah berganti atasan dengan tank top kuning muda dibalut jeans, 'perempuan' itu mengajakku menemui salah satu lokasi dimana saya bisa memilih 'istri'. Dan obrolan itu terus berlanjut sepanjang perjalanan kami.
Mereka akan meminta uang jajan kalo misalnya diajak keluar desa. Mau ke hotel misalnya, meskipun sama suaminya sendiri mereka minta uang tambahan. Kalo misalnya diajak tinggal dirumah lakinya, tarifnya bisa lebih mahal dua kali lipat. Pokoknya tergantung kesepakatan awalnya aja. Kata2 yang keluar semakin lama semakin manja, semakin jauh dari rumah Pak Win semakin dekat dia bergeser tempat duduk. Aku perhatikan bahasa tubuhnya yang mengajak, tapi ... ini ponakan Pak Win ! logikaku menentang. Aku menolak segala pembicaraan yang membawaku berlaku sebagai subject -user?, dan sepertinya dia paham.
Sekitar 25 menit aku melewati 2 desa dengan akses jalan kampung yang lumayan memperlambat cherokee4x4 pinjeman dealer itu. Kami tiba di sebuah rumah, kelas menengah 2 lantai dengan beberapa tanaman di halamannya yang luas. Beberapa pagar dari stainless terlihat di lantai 2 dengan beberapa pot bunga berjajar . Susah kalo menggambarkan sebuah rumah, begini saja harga rumah itu bisa mencapai 250 juta dengan pertimbangan akses masuk dan luas tanahnya. Tentu kalian akan lebih mudah membayangkannya.
Tanpa permisi tanpa salam ponakan Pak Win masuk rumah itu, dari dalam rumah aku mendengar sambutan beberapa perempuan lain dan bercakap dengan bahasa .. sepertinya sunda. Sejurus kemudian dia keluar dengan seorang perempuan yang berpakaian lebih sopan darinya. Dia mengenalkan sebentar perempuan itu. Dia.... ibunya?!.... ya. Dan beberapa saudara perempuannya yang lain yang sudah 'bersuami' dan berencana untuk menambah 'suaminya' lagi.
Obrolan kami tidak bisa terfokus bahkan aku tidak mencatat satupun di kepala kecuali basa-basi, ajakan, tawaran menggoda diikuti tawa, dan ketika aku menulis ini, semuanya sudah hilang karena saat itu aku menyadari semua itu terjadi disini...ditempat kita.
Semakin banyak aku tahu semakin keras ngiang tawa perempuan-perempuan itu ditelinga ketika aku menuliskannya.
Malam itu ponakan Pak Win lebih dulu pamit pergi dengan seorang laki2 yang seumur Pak Win pamannya. Dan aku tinggalkan rumah Su'sukan itu sedikit tergesa, karena hampir dipaksa nginap!......terima kasih Pak Win.
Pwuuuihhh sudah cukup yang aku ketahui, dapat berbuat apa aku sekarang ?
Menunggu inspirasi .. .. ..

Tuhan Tau dan Dia menunggu . . . -ikal




Wednesday, November 7, 2007

Night Life -Sangkan-

Jauh dari kebisingan, 30 kilometer arah selatan dari pusat kota. Nama tempat di daerah itu semuanya menggunakan kata "sangkan" kata Devi artinya rekreasi, tapi aku ga percaya suka ngaco tu anak. Kalau dari jawa-nya kayaknya lebih ke arti 'asal'.
Ada beberapa Resort dan Hotel disana, dengan Rp. 510.000 (tarif weekend) udah dapet kamar delux full privacy. Tidak ada yang istimewa di daerah ini selain air panas yang mengalir menghangati malam.

Banyak tempat menawarkan jasa pemandian mulai dari hotel bahkan kamar2 mandi pinggir jalan, semua airnya dari sumber mata air panas alami. Yang menarik, selain menyewakan kamar mandi, ada beberapa tempat yang juga menyiapkan 'teman mandi' nah loh! ini-pun aku ketahui secara tidak sengaja dari room boy yang menawarkan jasa.
Dari obrolan warung rokok pinggir jalan, seorang laki2 menawarkan Jasa full service 'Mandi plus' kalo aku boleh bilang. Tidak banyak bicara yang ga keruan, kami lewati dingin malam itu 5 menit dari hotelku menginap. Tak berapa lama aku tiba dilokasi.
Setelah masuk pekarangan tampak seperti sebuah resort kecil kamar-kamarnya melingkari sebuah jacuzzi yang lumayan besar ..hampir mirip kolam renang, tapi melihat beberapa pasangan disana sepertinya ini memang jacuzi. Kesan pertama: kotor, basah dimana-mana, jangan harap ada privacy disini tapi hangat pasti. Untuk sekedar menghabiskan malam lumayanlah sambil nyari kenalan. Lelaki itu mengajakku menyusuri kamar2 -lebih tepatnya kamar mandi melingkar memutari jacuzzi, berbeda dengan jacuzi-nya kamar mandinya tampak lebih bersih, dan nyaman.
Berseberangan dengan pintu masuk, terdapat semacam gerbang yang terbantuk dari tanaman merambat di kanan-kirinya, dari sana beberapa lorong diarahkan ke jacuzi2 kecil yang tersebar tak beraturan . Jacuzi itu dilengkapi dengan bale bertirai di belakangnya, antara jacuzi satu dengan yang laen dipisahkan taman2 kecil yang berserak begitu saja, justru menciptakan privacy yang 'berbeda'.
Lelaki itu bermaksud meninggalkan aku dengan menjabat tangan dan isyarat "....tips-nya?"
Mudah sekali orang bekerja di tempat wisata. Begitu setiap kali aku berpikir ketika harus merogoh tips. Mungkin suatu hari aku lebih memilih untuk mencari tips daripada gaji. Setelah menerima 2lembaran ungu, lelaki itu baru mau pergi.

Jacuzi itu berbentuk melingkar, bak tempurung kelapa yang dihujani sehari semalam..tidak ada lampu dari dalam air seperti kulihat di TV, hanya temaram lampu2 sorot untuk taman menerobosi airnya yang beriak karena airnya yang jatuh dari sepotong bambu. Dibelakang jacuzi itu sebuah bale dengan kanopi bertirai putih transparan. Lampu yang diletakkan ditengah kanopi itupan hanya lampu dengan watt kecil. Seorang perempuan segera berdiri dari bale ketika melihatku datang. Dia mengenakan kain putih yang dililit di pinggang dengan tambahan selendang yang mengikat masih dipinggang pula...berjuntai menghalangi jenjang kaki-kakinya yang berlomba untuk kulihat, putih bersih memang. Dengan atasan thank top warna putih, Casual. Aku nikmati sesaat wajah yang bersih dari riasan, belia seperti masih mengenakan seragam SMA. Tapi aku tahu semenit berikutnya dia sudah 22. Tak begitu penting namanya waktu itu, dia bilang akan menempati jacuzi yang sama setiap hari jum'at dan sabtu, menjawab ketika aku bertanya.
Aku nikmati spa jacuzzi malam itu berbincang, tak ada yang penting, tak ada pembicaraan yang menyinggung nafsu...hanya ragu. Diakhiri dengan pijat terapi di bale yang begitu nyaman malam itu, masih juga dia diam tidak menawarkan 'jasa'. Sempat aku tertidur ketika suara lembutnya membangunkan aku.
Setelah menerima beberapa lembar tips aku bertanya.... dan ... jawabnya ...
Maaf pak jika bapak mau nanti biar saya cariin, tapi maaf saya tidak bisa pak. Dan aku menghargainya. Tempat ini memang tempat mandi plus seperti yang dikatakan room boy hotelku..tapi plus pijat tentu saja..

Tuesday, November 6, 2007

Night life -Nadia-


Kuhabiskan hampir 3 minggu untuk mengenal kota ini diwaktu malam, dari beberapa tempat yang sempat aku singgah aku mencatat beberapa peristiwa.

Tempat kos itu memang luar biasa, tidak seperti kebanyakan tempat kos lain. Tidak mudah bagi mahasiswa maupun karyawan untuk menemukan dan menyewanya sebagai tempat kost. Meskipun sangat luas, akses masuk kost dari jalan raya memang benar benar tersembunyi. Aku bahkan sempat curiga ketika diantar menyusuri gang2 sempit itu. Tapi begitu dilokasi..kost itu lebih mirip asrama milik institusi pemerintah. Ia memiliki lempengan batu2 yang kokoh disusun menjadi jalan2 setapak menuju kamar. Tepat membelah ditengah bulevard yang biasa aku lihat dari koridor rumah sakit, dengan tanaman perdu dan bunga2 pink yang biasa muncul di akhir tahun -malam itu aku melihatnya mekar. Setiap kamar dihubungkan ke bulevard secara khusus oleh tanaman itu hingga menciptakan lorong terbuka yang hangat.
Aku ucapkan terima kasih untuk pengantarku dengan selembar tip, dan segera aku mencari sebuah nama di depan pintu kamar2 itu. Baru aku ingin memencet tombol hp, 'Nadia' nama itu tercetak pada sebuah papan kayu kecil dan di pasang dengan tiang diantara tanaman itu. Mirip papan nama untuk sebuah jalan. Tanpa ragu akupun memilih lorong itu menuju sebuah pintu dengan gaya modern minimalis pada gagangnya.
Seorang perempuan menghentikan langkahku.
"Eeeh, jangan masuk....A'a nunggunya diluar yuk ikut mami.." Perempuan ini kukenal 2 hari yang lalu. Sedikikit basa basi, aku mengikuti saja apa maunya.
"Laen kali nunggunya di luar gang saja ntar biar mami yang nganter."
"Atau A'a chek in dulu ntar mami sendiri yang anter ke kamar, tinggal telpon aja."
Tidak mau membeli kucing dalam karung, aku memilih menunggu di luar gang di pinggir jalan raya.
Mami datang bersama Nadia, dengan baju sederhana tidak seronok. Nadia sopan, jabat tangan mengenalkan diri, menjaga jarak, jauh dari kesan perempuan gampangan. Bahkan baju sederhana yang dia pilih sering aku lihat di beberapa kampus di kota ini. Kami meninggalkan mami begitu ada taxi yang berhanti.
Hidupnya begitu bersemangat dia ingin tahun depan, tahun ketiganya kuliah dia bisa selesaikan S1-nya. Jadi ga perlu capek2 kerja malam lagi, nadia sedikit berkeluh. Ilmu ekonomi menejemen dia lahap dengan hasil keringatnya sendiri. Hampir 200 sks dialahap 2 tahun terakhir ini. Kota kelahirannya yang sepi dia tinggalkan untuk menggapai cita2-nya, segala cara di tempuh untuk cita2-nya. Nadia melacur untuk kuliah !
Dia menjaga jam kerjanya dari jam 1900 sampai 2200 untuk menjaga tubuh agar besok ga telat kuliah, itupun hanya 3 kali seminggu. Taripnya memang mahal untuk ukuran hidung belang, tapi murah sekali untuk cita2nya....300ribu/jam ? dia sandarkan semua biaya kuliah dari uang itu.
Nadia sedikit menunjukkan rasa kecewa ketika taxi kuarahkan lurus melewati deretan hotel2 yang sepertinya bersekongkol untuk menempati satu ruas jalan saja di kota ini -tidak ada hotel berbintang di ruas jalan lain.
"Kita mau ke losmen mas?" Ia bertanya dengan nada kecewa.
Sebelum dia bicara lebih jauh, Aku berikan tip untuk Nadia sesuai taripnya, satu jam sepertinya sudah cukup melelahkan untuk mengetahui nasib malang mahasiswi pintar dengan cita2-nya itu.
setelah ngobrol dengan sopir taxi aku kembali ke Nadia yang menyimpan rasa kecewa. Dari caranya memandang sepertinya dia menyimpan tanya. Aku bilang saja ada urusan mendadak besok2 saya telpon mami lagi.