Mida...
air mataku masih untukmu...
dari Midawati, Teman dari Silir
Sudah hampir sewindu aku mengenang seorang pesakitan dari sebuah lokalisasi. Silir begitu nama lokalisasi itu dan Midawati adalah pesakitan itu. Padat, vulgar, saru, hampir menggambarkan keseharian warganya, Mida juga begitu. Itu dulu, sekarang tempat itu telah berubah. Disana saat ini menampung banyak pedagang barang bekas, accesories motor, sepeda dan aneka barang yang mungkin belum kalian lihat sebelumnya. Orang sana menyebut Pasar Klithik'an jika ditanya kondektur bis pedesaan "berhanti dimana mas ..?" Aku berterimakasih kepada pemkot untuk perubahan itu. Dan Mida ... dia sekarang entah dimana?
Perkenalanku dengannya bukan suatu ketidak sengajaan, aku yakin kami memang sengaja dipertemukan. Dan aku meyakini ada suatu tujuan diantaranya. Saat semester2 awal dulu di UNS aku bergabung dengan Organisasi kemanusiaan disana, alih-alih sebagai wadah sosialisasi di lingkungan kampus. Tengah tahun pertama bergabung aku mendapat kepercayaan Sebagai staff bidang P2M (pengabdian pada masyarakat). Saat itulah aku ditugasi untuk mencari lokalisasi tempat akan diiadakan kegiatan tahunan sosialisasi tentang bahaya Penyakit Menular Sexual. Silir adalah satu-satunya lokasi yang aku tahu. Dari sanalah aku mengenal Mida, salahsatu dari beribu cara aku pasti dipertemukan dengannya.
Mida lebih memilih membicarakan tentang tanaman atau piaraan lohannya jika aku bertanya jauh tentang pilihan hidupnya. Kadang dia sering mendahului aku bertanya soal harga lombok, bawang atau tomat jika membaca aku akan menanyakan kabar ibu bapaknya. Usianya baru belasan saat itu, tapi aku tak pernah bisa menolak topik pembicaraan yang dia bawa. Semuanya tentang bunga-bunga yang berwarna-warni, air di sungai2 kecil dilereng Lawu yang jernih dan sejuk, atau dia memilih membicarakan buku yang aku bawakan untuknya hari kemaren. Sedangkan aku sebenarnya ingin betul menanyai kenapa ? kenapa dia memilih lembah hitam ini ?
Dari sebuah mawar di pot kecil berdaun 3 tangkai dan belum pernah kulihat berbunga sebelumnya aku mengetahui sedikit rahasia hidupnya.
"Mas tau kenapa mawar ini ndak mau berbunga..?"
"Mungkin karena memang itu bukan jenis Mawar yang memiliki bunga.." Bukankah semua Mawar pasti berbunga? Aku berkonsentrasi mengikuti nada bicaranya. Jika sudah membicarakan bunga, atau pepohonan, bambu sekalipun dia mengucapkannya dengan lirih dan pelan seperti hendak menangisi sesuatu. Hingga aku tidak menyadari yang aku ucapkan.
"Seperti sering aku tanyakan padamu mas, kenapa mau berteman dengan orang seperti aku .."
Kami diam beberapa saat. Sering begitu diantara kami.
"Menurutmu kenapa aku mau berteman denganmu?"
"Mawar ini tidak memiliki duri satupun, dia tidak akan mampu melindungi bunganya sendiri..."
Matanya mulai berkaca sambil menatapku dalam, tak dapat ku jangkau dasarnya.
"Tanpa duri Mawar ini sedang sekarat, menuggu saatnya tiba pemangsa yang mencabik daun-daunnya...hingga dirinya takut untuk berbunga..kalau2 seorang anak perempuan akan memetiknya begitu saja dan menariknya dari akar2 yang memang rapuh..maka binasalah saat itu juga" Kutengok matanya memang benar-benar sembab menahan perih.
"Jika saatku tiba aku tak ingin mas terluka .. "
Senja itu cerita tentang Mawar berhenti begitu saja, meninggalkan tanya padaku saat aku merenung kembali arti diriku untuk Mida. Aku tidak pernah berani mengartikan apapun hubungan kami. Satu tahun berikutnya aku menyadari pembicaraan itu ketika aku menungguinya di pusat rehabilitasi.
Mawar itu masih di pot yang sama, ada 5 tangkai daun yang tampak lebih hijau subur. Batangnya pun kelihatan lebih kokoh, aku yakin akarnya pun telah tertancap hingga ingin menyeruak menembus dinding pot. Dengan beberapa duri yang tajam menantang seperti berteriak saat panglima perang menggerakkan pasukaanya. Satu lagi ia berbunga dengan anggun dan gagah sekaligus...dan itu bunga pertamanya. Berkelopak putih seperti kain para dewa dewi. Kuncup hampir merekah, nampaknya ditahan agar tetap seperti itu saja. Sombong sekali mawar itu, diabaikannya begitu saja tubuh yang kini kurus kering di sampingnya. Dia tidak tahu apa! siapa yang telah bersusah payah membuatnya berbunga? Baru satu bunga kau miliki bagaimana jika seribu bunga kau punya! Hampir tiap sore setelah mata kuliah terakhir aku beradu dengannya. Kebencianku hanya dimiliki mawar itu .. sungguh! kalau dia bicara tentu sudah ramai ruang kecil itu..tentu saja oleh pertengkaran kami yang tiada pernah habis. Kami berdua kadang melupakan tubuh kurus yang sudah lama terbaring itu. Kuluapkan semuanya pada Mawar yang sombong itu, aku membencinya sampai detik ini sekalipun! Mawar itu tidak memberi guna apapun untuk tubuh kurus yang telah bersusah payah mengasuhnya. Tidak tahu berterimakasih, baru berbunga satu saja sombongnya setengah keparat.
Sampai suatu sore setelah mata kuliah renang aku bersiap untuk bertempur dengan Mawar sombong itu. Tapi...dimana ruang kecil itu ? pintunya tak mau dibuka. Kulihat Mawar itu masih ditempatnya, persis di tengah jendela mendahului sinar mentari kala pagi. Aku mencari . . . dimana Mida? tidak kulihat lagi ranjangnya. Kata beberapa petugas Mida diambil dibawa pulang keluarganya hanya itu yang aku dapat.
Keluarga yang mana? bukankah keluarga satu-satunya cuma buleknya yang sama angkuhnya dengan mawar itu. Buleknya yang tidak mau sama sekali membolehkan Mida minum dari gelas dirumahnya? Buleknya yang tidak mau Mida makan dari piring dirumahnya? Buleknya yang selama ini menelantarkan Mida karena dia ODHA. Aku benar-benar marah saat itu. Mawar itu aku ajak serta mencari Mida. Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, studyku kacau balau, AIDS merenggut cinta yang aku sadari berikutnya...setelah sesal karena tak pernah memberitahunya.
Sampai kini aku tak pernah menjumpainya lagi, hanya pusara yang ditinggalkannya...akupun tak yakin ada jasadnya disana, karena sepanjang pencarianku pernah terjejak Mida di Krematorium. Siapa yang tega melakukannya?
Wednesday, December 1, 2010
Sunday, February 28, 2010
Bagaimanapun perempuan tetap sangat menarik di mataku... dan sebagian besar pria. Ingatkan aku jika salah. Beberapa hari lalu aku bertemu dengan Nadia, (baca: Night life -Nadia- ...dan benar benar dengan format yang berbeda!
Ketika aku sampai kembali di kota kecil ini memang aku sengaja menelpon dia, sekedar untuk menemani ku mencari beberapa informasi. Dia sudah menyelesaikan S1 dengan tertatih tatih. Bekerja di sebuah bank swasta membuatnya lebih kelihatan deawasa dan sama sekali jauh dari kesan manja beberapa tahun selam ketika masih banyak waktu yang kami habiskan bersama.
Sedkit basa-basi karena dia juga menanyakan kabar dan bisnis yg aku jalankan dulu... ucapan selamat berujung pertanyaan...
"malam ini nginep dimana?" di Plaza jawabku singkat.
Penasaran karena tidak aku undang dia menawarkan... "masih boleh nemenin...?"
Malam itu adiknya datang bergabung dengan kami. Bener, maksudku adik kandungnya.. Icha namanya. ngikutin jejeak kakaknya...menjadi penghibur lelaki kesepian...
Thanks God I'm just fine.
Ketika aku sampai kembali di kota kecil ini memang aku sengaja menelpon dia, sekedar untuk menemani ku mencari beberapa informasi. Dia sudah menyelesaikan S1 dengan tertatih tatih. Bekerja di sebuah bank swasta membuatnya lebih kelihatan deawasa dan sama sekali jauh dari kesan manja beberapa tahun selam ketika masih banyak waktu yang kami habiskan bersama.
Sedkit basa-basi karena dia juga menanyakan kabar dan bisnis yg aku jalankan dulu... ucapan selamat berujung pertanyaan...
"malam ini nginep dimana?" di Plaza jawabku singkat.
Penasaran karena tidak aku undang dia menawarkan... "masih boleh nemenin...?"
Malam itu adiknya datang bergabung dengan kami. Bener, maksudku adik kandungnya.. Icha namanya. ngikutin jejeak kakaknya...menjadi penghibur lelaki kesepian...
Thanks God I'm just fine.
Subscribe to:
Posts (Atom)