Begitu saja jalanan ini berbelok arah, tidak menyisakan lagi sketsa dibelakangnya setelah aku menulusuri bebatuan terjal. seperti di lereng lawu sana, setapak itu sebentar kekiri sebentar kekanan. ujungnya serasa jauh benar. Tapi saat ini aku belum mau menyerah tetap saja kupaksakan kaki ini melangkah.. mengikuti arah yang bisa saja aku tak akan pernah tau berujung dimana.
Bahaya mengintaiku, mengancam keselamatanku, hingga setiap habis napas kuhempas seolah dia telah melompat menerkam ku dari arah belakang atas. Memaksaku untuk menunduk, memejam mata erat dan meninggalkan sejenak ujung tapakku di tanah. Sampai kapan?
Seperti malam kemaren kemaren, setelah kulempar ransel... segera kurebahkan tubuh di sebuah bale dengan tikar pandan diatasnya... aku menunggu. ada beberapa notifikasi di facebook sempat saya lihat sebelum... Brak!
berlafal lafal kata sayup kudengar... ada juga makian, entah apa lagi yang bersenandung. namun jelas kudegar adzan, menggerakkan kakiku membawa tubuhku ke sebuah padasan kecil di samping rumah... isya ini aku rangkap bersama maghrib yang selalu aku lewatkan di atas motor menuju rumah neraka ini.
Segera kucari Zapete, buah hatiku itu. kusarungkan kain kumal dan sedikit kupaksa dia untuk mengikuti ku kembali ke bale. Satu satunya tempat yang memberikan teduh jiwaku ... sahabat aku merindukanmu.
No comments:
Post a Comment