Hari ini kau datang lagi...meskipun tak dapat kusentuh dingin tanganmu, tapi dapat kulihat jelas senyummu. Semoga selalu bahagia dirimu disana.
Hari itu hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Ada yang istimewa pagi itu, sepeda BMX. Bukan baru, tapi hari itu kali pertama aku berangkat kesekolah bersepeda. Tidak lagi bonceng Vespa bapak.
Sendiri. Bangga benar aku kala itu, diantara kawan2 sebaya dikampung, hanya aku dan adik sepupuku Putri yang dapat bersekolah di Sekolah Dasar Negeri dan hanya aku yang memiliki sepeda, BMX pula... Bersyukur Putri bisa ikut aku sekolah di SD Negeri...
Meskipun dilarang ayahnya tapi Putri berkeinginan kuat agar bisa satu sekolah denganku. Selain cerdas, Putri memang berbeda dengan teman-teman sebaya kami waktu itu. Sehingga kedua orangtuaku memutuskan untuk membiayai sekolah Putri. Satu-satunya orang yang berkeberatan hanyalah Ayahnya yang memasalahkan keberadaan Putri di keluarga kami...(mati saja kau!)
Pagi itu sepertinya ada yang salah, sebelumnya aku tidak berpikir bagaimana Putri nanti berangkat sekolah. Aku mengira akan seperti hari sebelumnya, dia bisa bonceng bapak berangkat sekolah. Tapi aku kaget ketika mendapati Putri ternyata tidak mau berangkat bareng pakdhenya, dan memilih bonceng aku....
Aku mencoba merayu Putri untuk tidak merengek. Hari itu aku memintanya untuk bareng bapak, dan menjanjikan besoknya pasti aku boncengin. Aku tawarkan kepadanya untuk make sepedaku sebelum dia nangis, tapi sepertinya dia tak mau juga. Begitulah aku melihat kekecewaan saat aku tinggalkan Putri pagi itu, matanya sembab menahan tangis.
Pagi itu jalan tanah kampung masih basah sisa hujan kemarin sore. Tak aku kira sebelumnya aku akan bersusah payah dengan roda sepeda yang macet karena tanah.. menggumpal.. menyumbat spatbor dan menghambat laju roda.. Akupun harus berhenti untuk mengorek bersih tanah dari roda-rodaku.. entah sudah ke berapa kalinya aku harus mencari ranting di tepi jalan saat terlintas untuk kembali pulang dan..gagal.. tidak aku tidak mau gagal saat pertama kali berangkat ke sekolah bersepeda..belum juga aku dapat separuh perjalanan ke sekolah aku lihat sepat, celana, kedua tanganku berlepotan tanah merah. Bagaimana aku hadapi ruang kelas nanti..? tapi Tidak aku tidak mau menyerah. Begitu setiap kali aku mencari kekuatan untuk terus menuju sekolah meskipun aku tahu pagi sudah aku tinggalkan dan mataharipun mulai membuat aku berpeluh.
Saat sibuk dengan roda2 dan tanah di sepedaku, aku melihat dikejauhan anak perempuan yang berlari ringan menuju arahku. Semakin dekat semakin cepat pula aku lihat dia berlari. Tiba-tiba saja sudah berdiri didepanku gadis kecil ini. Bajunya masih bersih seperti aku tinggalkan dia tadi pagi, tak ada peluh setelah dia berlari. Sepatunya pun bersih tak tersentuh tanah.
"Loh Put kok kamu ndak berangkat bareng Pakdhe..?"
Dia hanya menggeleng.
"Aku pengen bonceng mas Anang" dia tersenyum puas.
"Ya sudah yuk, tapi beresin roda dulu yah.." Merasa ada teman aku tidak lagi terganggu pikiran gagal berangkat sekolah.
Hari itu belum sepenuhnya pelajaran dimulai, hanya pengumuman pembagian kelas dan dilanjutkan kerja bakti ngangkut pasir dari sungai. Untukku adalah hari menentukan tempat duduk untuk menjamin prestasi tahun depan. Di kelas barunya Putri tidak mau repot nyari tempat duduk, dia malah ngekor kemanapun aku pergi, bahkan saat kerja bakti sebenarnya hanya anak laki2 yang disuruh ngangkut pasir tapi hari itu Putri ikut aku ke sungai. Bukannya nyari pasir Putri malah ngajakin aku maen air.
Seolah melupakan kejadian paginya, aku mengingat Putri hari itu adalah hari bahagia untuknya. Hari itu pula aku menemani dia bermain berlama-lama...aku juga mengingat hari itu adalah hari yang penting untukku.
Hari itu kami pulang sama-sama.
"Mas Anang, Putri diantar pulang ke bapak saja ya.."
"Kamu ndak nginep di tempat Pakdhe ? Rumahmu kan jauh Put?"
"Besok kan hari minggu, Putri mau nemenin Ibu di rumah"
"Ooh ..ya udah nanti ambil jalan muter lewat rumahmu." Aku ambil sepeda BMX itu. Seperti tadi pagi, Putri bonceng berdiri di pijakan samping roda sambil memelukku dari belakang.
"Put, memangnya ayahmu ndak ada dirumah?"
"Besok dia mau pergi jauh..."
"Kemana..?"
"Kata budhe mau ke Jakarta"
"Loh aku ko ndak tau,...wahh seneng yah sekarang, nanti aku bisa sering2 maen kerumahmu."
Putri tertawa senang. " Kamu juga ndak perlu sembunyi2 lagi kalau mau maen." Lanjutnya.
BMX ku terasa ringan saja sore itu. Terbayang Putri yang bebas dari siksaan ayahnya itu. Ahh..aku senang sekali sekedar membayangkannya saja.
Aku tidak tahu bagaimana orang dewasa berpikir. Bagaimana dia marah-marah, memaki-maki orang lain yang bermaksud baik membiayai anaknya biar bisa sekolah. Kenapa mereka mempermasalahkan mainan yang dipinjam anaknya dari teman.
Sesampai dirumahnya tak ada orang, aku panggil-panggil bibi tak keluar juga. Sore itu aku tinggalkan Putri Sendirian di rumahnya. Akupun melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampai di rumah banyak orang berkumpul tidak ku temukan bapak ibuku. Aku pun tidak bisa masuk rumah, banyak tikar pandan digelar, sesepuh desa duduk berjajar rapi sambil mengucap do'a2. Aku menuju rumah nenek di samping rumahku. Disana aku temukan banyak orang menangis termasuk ibuku trus bulek Sri Ibunya Putri juga disini. Pantas saja rumahnya kosong.
"Bulak Putri dirumah sendirian, bulek cepet pulang.." Begitu kira-kira yang pertama keluar dari mulutku begitu melihatnya...tapi...Bulekku itu malah mengis sejadi-jadinya. Belum pernah waktu seumur umur aku melihat orang menangis seperti itu. kakekku menarikku keluar dia mengajakku pergi ke mushola kampung. Disana dia menceritakan apa yang sudah terjadi.
Saat itu semua akal sehat dan kenyataan tidak dapat aku terima dalam pikiranku. Aku menganggap sandiwara sedang dibuat-buat untukku dengan tujuan yang aku reka-reka kemudian. Sepertinya semua orang sepakat untuk berkata bohong kepadaku.
Aku berlari dari mushola menanyai satu persatu orang dewasa yang berkumpul dirumah ku mereka cuma bisa terdiam seperti menahan tangis saja. Ketika sampai aku bertemu bapak aku tarik dia mencari Vespanya, bermaksud menunjukkan Putri bahwa dia baik2 saja, dia sehat2 saja, dia aku tinggal dirumahnya 1/2 jam yang lalu. Dia belum mati.
Tapi semua sia-sia. Bapak hanya diam menurut apa yang aku mau...membiarkan aku menyuruhnya menjemput Putri. Membiarkan aku mencari-cari Putri di rumahnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi saat itu. Aku tidak menangis seperti yang lain. Aku hanya ingin tau dimana Putriku itu. Bapak mengajakku pulang ketika aku sudah kelelahan berteriak mencari di tetangga kanan kiri rumahnya. Aku tak mampu lagi menolak...sesampai dirumah dilihatkannya padaku Putri yang sudah terkafan dimintanya orang lain membukakan kafan dibagian wajah agar aku percaya. Aku tidak ingat betul apa yang aku lihat saat itu, atau mungkin aku juga memejamkan mata mengingkarinya... pikiranku saat itu beralih ke pamanku, ayah Putri aku berteriak sejadi-jadinya....
DIMANA KAU ....!!!
Hari itu hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Ada yang istimewa pagi itu, sepeda BMX. Bukan baru, tapi hari itu kali pertama aku berangkat kesekolah bersepeda. Tidak lagi bonceng Vespa bapak.
Sendiri. Bangga benar aku kala itu, diantara kawan2 sebaya dikampung, hanya aku dan adik sepupuku Putri yang dapat bersekolah di Sekolah Dasar Negeri dan hanya aku yang memiliki sepeda, BMX pula... Bersyukur Putri bisa ikut aku sekolah di SD Negeri...
Meskipun dilarang ayahnya tapi Putri berkeinginan kuat agar bisa satu sekolah denganku. Selain cerdas, Putri memang berbeda dengan teman-teman sebaya kami waktu itu. Sehingga kedua orangtuaku memutuskan untuk membiayai sekolah Putri. Satu-satunya orang yang berkeberatan hanyalah Ayahnya yang memasalahkan keberadaan Putri di keluarga kami...(mati saja kau!)
Pagi itu sepertinya ada yang salah, sebelumnya aku tidak berpikir bagaimana Putri nanti berangkat sekolah. Aku mengira akan seperti hari sebelumnya, dia bisa bonceng bapak berangkat sekolah. Tapi aku kaget ketika mendapati Putri ternyata tidak mau berangkat bareng pakdhenya, dan memilih bonceng aku....
Aku mencoba merayu Putri untuk tidak merengek. Hari itu aku memintanya untuk bareng bapak, dan menjanjikan besoknya pasti aku boncengin. Aku tawarkan kepadanya untuk make sepedaku sebelum dia nangis, tapi sepertinya dia tak mau juga. Begitulah aku melihat kekecewaan saat aku tinggalkan Putri pagi itu, matanya sembab menahan tangis.
Pagi itu jalan tanah kampung masih basah sisa hujan kemarin sore. Tak aku kira sebelumnya aku akan bersusah payah dengan roda sepeda yang macet karena tanah.. menggumpal.. menyumbat spatbor dan menghambat laju roda.. Akupun harus berhenti untuk mengorek bersih tanah dari roda-rodaku.. entah sudah ke berapa kalinya aku harus mencari ranting di tepi jalan saat terlintas untuk kembali pulang dan..gagal.. tidak aku tidak mau gagal saat pertama kali berangkat ke sekolah bersepeda..belum juga aku dapat separuh perjalanan ke sekolah aku lihat sepat, celana, kedua tanganku berlepotan tanah merah. Bagaimana aku hadapi ruang kelas nanti..? tapi Tidak aku tidak mau menyerah. Begitu setiap kali aku mencari kekuatan untuk terus menuju sekolah meskipun aku tahu pagi sudah aku tinggalkan dan mataharipun mulai membuat aku berpeluh.
Saat sibuk dengan roda2 dan tanah di sepedaku, aku melihat dikejauhan anak perempuan yang berlari ringan menuju arahku. Semakin dekat semakin cepat pula aku lihat dia berlari. Tiba-tiba saja sudah berdiri didepanku gadis kecil ini. Bajunya masih bersih seperti aku tinggalkan dia tadi pagi, tak ada peluh setelah dia berlari. Sepatunya pun bersih tak tersentuh tanah.
"Loh Put kok kamu ndak berangkat bareng Pakdhe..?"
Dia hanya menggeleng.
"Aku pengen bonceng mas Anang" dia tersenyum puas.
"Ya sudah yuk, tapi beresin roda dulu yah.." Merasa ada teman aku tidak lagi terganggu pikiran gagal berangkat sekolah.
Hari itu belum sepenuhnya pelajaran dimulai, hanya pengumuman pembagian kelas dan dilanjutkan kerja bakti ngangkut pasir dari sungai. Untukku adalah hari menentukan tempat duduk untuk menjamin prestasi tahun depan. Di kelas barunya Putri tidak mau repot nyari tempat duduk, dia malah ngekor kemanapun aku pergi, bahkan saat kerja bakti sebenarnya hanya anak laki2 yang disuruh ngangkut pasir tapi hari itu Putri ikut aku ke sungai. Bukannya nyari pasir Putri malah ngajakin aku maen air.
Seolah melupakan kejadian paginya, aku mengingat Putri hari itu adalah hari bahagia untuknya. Hari itu pula aku menemani dia bermain berlama-lama...aku juga mengingat hari itu adalah hari yang penting untukku.
Hari itu kami pulang sama-sama.
"Mas Anang, Putri diantar pulang ke bapak saja ya.."
"Kamu ndak nginep di tempat Pakdhe ? Rumahmu kan jauh Put?"
"Besok kan hari minggu, Putri mau nemenin Ibu di rumah"
"Ooh ..ya udah nanti ambil jalan muter lewat rumahmu." Aku ambil sepeda BMX itu. Seperti tadi pagi, Putri bonceng berdiri di pijakan samping roda sambil memelukku dari belakang.
"Put, memangnya ayahmu ndak ada dirumah?"
"Besok dia mau pergi jauh..."
"Kemana..?"
"Kata budhe mau ke Jakarta"
"Loh aku ko ndak tau,...wahh seneng yah sekarang, nanti aku bisa sering2 maen kerumahmu."
Putri tertawa senang. " Kamu juga ndak perlu sembunyi2 lagi kalau mau maen." Lanjutnya.
BMX ku terasa ringan saja sore itu. Terbayang Putri yang bebas dari siksaan ayahnya itu. Ahh..aku senang sekali sekedar membayangkannya saja.
Aku tidak tahu bagaimana orang dewasa berpikir. Bagaimana dia marah-marah, memaki-maki orang lain yang bermaksud baik membiayai anaknya biar bisa sekolah. Kenapa mereka mempermasalahkan mainan yang dipinjam anaknya dari teman.
Sesampai dirumahnya tak ada orang, aku panggil-panggil bibi tak keluar juga. Sore itu aku tinggalkan Putri Sendirian di rumahnya. Akupun melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampai di rumah banyak orang berkumpul tidak ku temukan bapak ibuku. Aku pun tidak bisa masuk rumah, banyak tikar pandan digelar, sesepuh desa duduk berjajar rapi sambil mengucap do'a2. Aku menuju rumah nenek di samping rumahku. Disana aku temukan banyak orang menangis termasuk ibuku trus bulek Sri Ibunya Putri juga disini. Pantas saja rumahnya kosong.
"Bulak Putri dirumah sendirian, bulek cepet pulang.." Begitu kira-kira yang pertama keluar dari mulutku begitu melihatnya...tapi...Bulekku itu malah mengis sejadi-jadinya. Belum pernah waktu seumur umur aku melihat orang menangis seperti itu. kakekku menarikku keluar dia mengajakku pergi ke mushola kampung. Disana dia menceritakan apa yang sudah terjadi.
Saat itu semua akal sehat dan kenyataan tidak dapat aku terima dalam pikiranku. Aku menganggap sandiwara sedang dibuat-buat untukku dengan tujuan yang aku reka-reka kemudian. Sepertinya semua orang sepakat untuk berkata bohong kepadaku.
Aku berlari dari mushola menanyai satu persatu orang dewasa yang berkumpul dirumah ku mereka cuma bisa terdiam seperti menahan tangis saja. Ketika sampai aku bertemu bapak aku tarik dia mencari Vespanya, bermaksud menunjukkan Putri bahwa dia baik2 saja, dia sehat2 saja, dia aku tinggal dirumahnya 1/2 jam yang lalu. Dia belum mati.
Tapi semua sia-sia. Bapak hanya diam menurut apa yang aku mau...membiarkan aku menyuruhnya menjemput Putri. Membiarkan aku mencari-cari Putri di rumahnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi saat itu. Aku tidak menangis seperti yang lain. Aku hanya ingin tau dimana Putriku itu. Bapak mengajakku pulang ketika aku sudah kelelahan berteriak mencari di tetangga kanan kiri rumahnya. Aku tak mampu lagi menolak...sesampai dirumah dilihatkannya padaku Putri yang sudah terkafan dimintanya orang lain membukakan kafan dibagian wajah agar aku percaya. Aku tidak ingat betul apa yang aku lihat saat itu, atau mungkin aku juga memejamkan mata mengingkarinya... pikiranku saat itu beralih ke pamanku, ayah Putri aku berteriak sejadi-jadinya....
DIMANA KAU ....!!!
Duuuuh sad end banget. Ini fiksi atau cerita betulan yo mas?
ReplyDeleteLagi belajar bikin cer-pen An...
ReplyDeleteIni fiksi ko.
mantef uuuu....
ReplyDeletengalir... banget ceritane.
fiksi ... apa fiksi ... ? :D
ReplyDeletewie gehts dir Hiu ?
kapan apdet lagi nih Hiu ? ^_^
ReplyDeletewuihh fiksi...aku bacanya sampai deg2 an......terusin dunk....
ReplyDelete#Anas
ReplyDeleteThanks mas... eh iya maaf wordpress kemaren sebenarnya sudah bisa tapi terpaksa aku delete soalnya wordpress ternyata mudah sekali corupt dari outside. so kayaknya ga jadi pilih wordpress neh.
#Ely
He he .. not really. It's just hiu when he is 8 y.o.
ntar up datenya di tempat baru yah...lagi disiapin, kalo jadi nanti di sini
#Wieda
Liat di halaman baru yah...
alamatnya di sini
ehm..dalem bgt..sedih nich..janji ya mo critain
ReplyDeleteehm..dalem bgt...sedih nih...janji ya crita...
ReplyDelete